Kumbang Koksi: Klasifikasi, Pola Hidup, dan Deskripsi Lainnya
daftarhewan.com. Warna dasar yang mencolok, dihiasi corak hitam, membuat kumbang koksi sangat ikonik. Bentuknya yang simpel, namun elegan, cantik, juga membawanya tampil di mana-mana sebagai logo, suvenir, boneka, dan berbagai produk buatan manusia.
Tapi, bagaimana sebenarnya kehidupan kumbang ini di alam? Dan, bagaimana kumbang berwarna cantik ini diklasifikasikan secara ilmiah? Apakah semua koksi tampil dengan warna merah dan hitam seperti yang telah menjadi stereotip? Simak informasi berikut ini:
A. Klasifikasi ilmiah kumbang koksi
Kingdom: Animalia
Filum: Arthropoda
Kelas: Insecta
Ordo: Coleoptera
Famili: Coccinellidae
Nama ilmiah: Coccinella septempunctata
B. Informasi umum
Nama populer: Kumbang koksi a.k.a kumbang kepik
Pesebaran populasi: Segala penjuru dunia
Pola makan: Karnivor
Ukuran: 1-10 mm
Jumlah spesies: 5000
Masa hidup: 2 tahun
Status konservasi: Threatened (terancam)
Warna: Merah, Hitam, Kuning, Jingga, Putih, Cokelat
Habitat: Hutan, semak belukar, and padang rumput
Mangsa / Makanan : Kutu daun, lalat hijau, dan serangga kecil lainnya
Predator: Burung, hewan pengerat, reptil, dan serangga yang lebih besar
Keunikan: Memiliki warna yang cerah dan mencolok, dan kerap berhibernasi dalam kelompok besar.
C. Kehidupan di alam liar
Kumbang Koksi atau kepik, yang dalam bahasa Inggris dikenal dengan nama ladybird a.k.a ladybug, merupakan jenis serangga berukuran kecil dengan variasi warna yang beragam, dan dapat ditemukan di segala penjuru dunia. Diperkirakan, terdapat lebih dari 5000 spesies kumbang koksi di dunia, dan lebih dari 450 spesies hidup Amerika Utara.
Dari segi karakteristik fisik, kumbang koksi umumnya berukuran kecil dan sangat jarang yang tumbuh hingga lebih dari 1 cm. Kumbang koksi memiliki kaki berwarna hitam dan cangkang yang berwarna cerah berbintik untuk melindungi sayap mereka di baliknya.
Dalam budaya populer, mereka menjadi salah satu hewan yang ikonis, dengan stereotip warna dasar merah atau jingga menyala, plus polkadot hitam. Terdapat kepercayaan bahwa kumbang koksi yang hinggap di tangan merupakan tanda keberuntungan, dan akan menjadi kesialan jika Anda membunuhnya. Secara logika, bisa jadi keberuntungan tersebut merujuk pada ekosistem yang baik, dan kesialan tersebut merupakan larangan untuk membunuh hewan. Lagipula, kumbang kosi dapat berguna sebagai pengendali hama alami, karena mereka memakani kutu daun.

Kumbang koksi atau kepik sebagai predator alami kutu daun
Diketahui, koksi melakukan hibernasi ketika musim mulai mendingin. Koksi berhibernasi dalam kelompok besar di lokasi yang mereka gunakan tahun demi tahun. Hibernasi komunal ini diduga menjadi cara koksi untuk meningkatkan peluang keselamatan selama musim dingin berlangsung. Diperkirakan, terdapat feromon yang mereka lepaskan, untuk menarik koksi lainnya berhibernasi di tempat yang sama.
Dari aspek pola makan, koksi bukanlah hewan herbivor meski sering kita jumpai di atas dedaunan. Koksi merupakan karnivor yang menjadi predator alami bagi kutu daun, lalat hijau, dan hama lainnya. Diperkirakan, rata-rata koksi memakan lebih dari 5.000 kutu daun dalam kurun waktu satu tahun.
Di sisi lain, kumbang koksi menjadi mangsa dari sejumlah hewan, seperti burung, reptil, amfibi, mamalia kecil, hewan pengerat, dan serangga yang lebih besar. Warna cerah pada cangkang koksi ditengarai berfungsi untuk melindungi diri dari hewan pemangsa, karena para predator akan mengira mereka beracun dan menjijikan.
Kumbang koksi betina dapat menghasilkan lebih dari 2000 telur selama satu tahun, dan dapat menetas hanya dalam waktu beberapa hari. Larva kumbang koksi yang baru menetas dan keluar dari telur, tidak nampak seperti koksi dewasa, karena bentuk tubuh yang memanjang dan umumnya hanya memiliki satu warna.
Namun, setelah beberapa minggu, larva kumbang berubah dan berdiam diri dalam kepompong, hingga sayap mereka berkembang. Setelah fase kepompong usai, kumbang koksi akan keluar dengan merobek lapisan yang melingkupi tubuh mereka, untuk hidup sebagai kumbang dewasa.
Yang perlu kita cermati, koksi begitu sensitif terhadap perubahan suhu. Implikasinya, mereka akan dehidrasi ketika lingkungan menjadi lebih panas. Dan, kondisi tersebut yang membuat koksi terancam punah, akibat perubahan iklim dan kehilangan habitat.
Bukankah kita tidak menginginkan sebuah dunia tanpa koksi? Karena itu, lakukan penghematan sumber daya, kurangi konsumsi dan hiduplah selaras dengan alam, agar segala kekayaan hayati tetap lestari. Dengan begitu, manusia pun akan hidup dengan tenang, karena alam senantiasa seimbang.